Selamat Datang

Ki Bambang Asmoro: Perkiraan Adanya Simpingan

Sunday, October 08, 2006

Perkiraan Adanya Simpingan


Pertunjukan wayang kulit menurut Hazeu sudah ada sejak abad XII, seperti yang tgercabtum dalam serat Arjuna Wiwaha. Dikisahkan orang yang melihat pertunjukan wayang kulit ada yang menangis, heran serta kagum hatinya, meskipun sudah tahu yang dilihat itu adalah kulit yang dipahat. Namun demikian pertunjukan wayang kulit pada abab XII itu belum terdapat petunjuka adanya simpingan. Penonton wayang kulit masih berfokus pada wayang yang dimainkan dalang .

Baru pada abad XII tercantum dalam serat Wrettasancaya seperti yang dikemukakan oleh Hazeu, bahwa pertunjukan wayang kulit sudah memuat petunjuk adanya simpigan ( Simpingan adalah boneka wayang yang ditancapkan berjajar dari yang paing besar hingga yang paling kecil pada layar pertunjukan wayang kulit yang terletak di sisi kanan kiri Dalang.)
Adapun teks Wrettasancaya yang melukiskan adanya simpingan di tulis Empu Tan Akung berupa tulisan jawa kuna pada bait 93 Sekar ageng Madraka disebutkan:

“Lwir mawayang tahen gati nikang wukir kineliran himarang anipis/bung-bung ingkang petung kapawanan, ya teka tudungnya munyangarangin/peksi ketur salundingan ika kinangsyani pamangsul ing kidang alon/ madraka sabdaning mrak alango sawang pangidungnya mangrasi hati” (Hazeu 1979:42).


Kern menterjemahkan ke dalam bahasa jawa sebagai berikut:

”Nalika semanten katingal sakalangkung asri raras, redi-redi pating regemeng, sakathaing wit-witan kados ringgit, tumawenging mega tipis ramyang-ramyang kados rupining kelir, deling ingkan growong katiyuping angin kados ungeling tudhungan, mungel angrangin anganyut manahm, pamelunging peksi ketur (puyuh, gemak) kados ungeling kempul lan gongipun. Cumengering kidang lamat-lamat kados swantening saron ngelik kaimbalaken, dene ungeling merak ngigel lelaken kados kekidungan sekar madraka ngerujit manah.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

” Ketika itu pemandangan alam sangat indah dan permai selaras adanya. Gunung- gunung bertanaman penuh. Pohon-pohonya laksana wayang kulit yang ditancapkan pada gedebog. Mega tipis yang hampir tak kelihatan meliputi alam laksana kelir. Bambu Ptung berlobang tertiup angin menimbulkan bahana laksana suara tudungan (suling) yang seakan –akan datangnya dari jakrak jauh, sangat menarik hati. Suara burung gemak terdengar laksana suara kempul dan gong. Diantara kesemuannya itu teriakan Kijang dari kejauhan terdengar sayup-sayup menyamai bunyi saron yang di pukul ”imbal” (bergantian). Suara burung merak yang sedang melampiaskan hasrat asmaranya, suaranya terdengar sangat merdu laksana lagu madraka yang meluluhkan hati.” (Seno Sastroamidjojo 1964:19).

0 Comments:

Post a Comment

<< Home